Tekno Solution

Tekno Solution

Rabu, 01 Juni 2011

makalah hiv / aids


KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
            Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkah dan ridha-Nya sehingga Makalah “Asuhan Keperawatan HIV/AIDS” ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Bahan Makalah ini terlahir sebagai wacana berpikir dalam menyikapi proses pembelajaran mahasiswa keperawatan.
            Bahan Makalah ini merupakan Media untuk membantu mahasiswa untuk nantinya memahami “ Asuhan Keperawatan HIV/AIDS” yang kelak mereka bukan hanya terampil dalam memberikan Asuhan tetapi juga tanggap dalam mengamati fenomena/perkembangan klien Asuhannya.
            Sebagai manusia yang tak luput dari kesalahan,penyusun menyadari sepenuhnya bahwa Makalah ini masih sedarhana dan jauh dari wujud kesempurnaan, maka dari itu penyusun sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.

            Akhirnya kepada semua pihak yang telah membantu ,penyusun mengucapkan terima kasih. Semoga bahan Makalah kami ini dapat bermanfaat. Amin


Wabillahi Taufik Walhidayah.

                                                                                                            Maros,   Oktober 2009
           


Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR …………………………………………………………………….
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………
BAB  I     PENDAHULUAN   …………………………………………………………….
A.   Latar Belakang   ……………………………………………………………….
B.   Tujuan Penulisan  …………………………………………………………….
C.   Manfaat Penulisan …………………………………………………………....
BAB  II    PEMBAHASAN ……………………………………………………………….
A.   Defenisi HIV/AIDS …………………………………………………………….
B.   Etiologi HIV/AIDS  …………………………………………………………….
C.   Manifestasi Klinis ………………………………………………………………
D.   Penatalaksanaan Medis ……………………………………………………...
E.   Pengkajian …………………………………………………………………….
F.    Diagnosa Keperawatan b/d Analisa Data ………………………………….
G.   Perencanaan ………………………………………………………………….
H.   Evaluasi Data ………………………………………………………………….
BAB  III   PENUTUP ……………………………………………………………………..
A.   Kesimpulan ……………………………………………………………………
B.   Saran …………………………………………………………………………...
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................




BAB I
PENDAHULUAN
A.       Latar Belakang
         AIDS (Acquired Immunodeficiency Svndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome) sekumpulan gejala dan infeksi yang timbul karena HIV (Human Immunodeficiency Virus) yaitu virus yang menurunkan kekebalan pada tubuh manusia karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV. HIV ditularkan dari orang ke orang melalui pertukaran cairan tubuh, termasuk darah, semen cairan, vagina dan air susu.
         Asuhan keperawatan bagi penderita AIDS merupakan tantangan yang besar bagi perawat karena setiap  system organ berpotensi untuk menjadi sasaran infeksi ataupun kanker. Disamping itu, penyakit ini akan dipersulit oleh komplikasi masalah emosional, sosial dan etika.Rencana keperawatan bagi penderita AIDS harus disusun secara individual untuk memenuhi kebutuhan masing-masing pasien.
   Untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan di Rumah Sakit perawat menggunakan suatu bentuk pendekatan dalam bidang keperawatan yang terdiri dari empat tahapan : Tahap pengkajian,intervensi (perencanaan), implementasi (pelaksanaan), dan evaluasi.



B.   Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan Makalah ini yaitu :
1.    Untuk memperoleh pengalaman nyata dalam pengkajian, analisa data,diagnosa keperawatan yang terjadi pada klien HIV/AIDS.
2.    Untuk memperoleh pengalaman nyata dalam pelaksanaan perencanaan asuhan keperawatan klien dengan HIV/AIDS.
3.    Untuk memperoleh pengalaman nyata dalam pelaksanaan mengevaluasi asuhan keperawatan dengan klien HIV/AIDS
4.    Untuk memperoleh pengalaman nyata dalam pelaksanaan mendokumentasiasuhan keperawatan klien dengan HIV/AIDS
C.   Manfaat Penulisan
Manfaat yang di peroleh setelah membaca Makalah ini yaitu :
1.    Sebagai informasi tentang dampak yang ditimbulkan dari penyakit HIV AIDS.
2.    Menambah pengetahuan dan pengalaman tentang penyakit HIV/AIDS
3.    Dapat memberikan asuhan keperawatan dengan klien  HIV/AIDS






BAB II
PEMBAHASAN
A.       DEFINISI HIV/AIDS

AIDS (Acquired Immunodeficiency Svndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome) sekumpulan gejala dan infeksi yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV.
HIV (Human Immunodeficiency Virus) yaitu virus yang menurunkan kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentang terhadap sembarang infeksi ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus. namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.
HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah air mani, cairan vagina, cairan preseininal, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama keharnilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tersebut.
Hukuman sosial bagi penderita yang terkena HIV/AIDS, umumnya lebih besar bila dibandingkan dengan penderita penyakit mematikan lainnya. Terkadang hukuman sosial tersebut juga turut mengenai petugas kesehatan atau sukarelawan, yang terlibat dalam merawat orang yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA)
B.        ETIOLOGI HIV/AIDS

AIDS disebabkan oleh virus yang disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV ) yang berupa agen viral yang dikenal dengan retrovirus yang ditularkan oleh darah dan punya afinitas yang kuat terhadap limfosit T.
Diketahui terdapat dua jenis virus HIV-1 dan HIV-2. Sering ditemukan di Amerika Serikat. Sedankan HIV-2 ditemukan terutama di Afrika Barat. HIV-1 pertama kali di identifikasi pada awal 1980-an. Virus ini adalah suatu retrovirus yang berarti bahwa ia terdiri dari untai tunggal RNA virus yang masuk dalam anti sel pejamu dan ditranskripsikan ke dalam DNA pejamu. Transipsi virus kedalam DNA pejamu mulai langsung berkerja suatu enzim spesifik yang disebut reserve transciptase yang dibawa oleh virus kedalam sel setelah menjadi bagian dari DNA pejamu, virus beraplikasi dan bermutasi selama beberapa lahun dan, secara perlahan tetapi tetap menghasilkan sistem irnun.
Perjalanan Infeksi HIV
            Seseorang yang terjangkit HIV dapat tetap tidak memperlihatkan gejala (asimtomatik) selama bertahun-tahun. Selama ini jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel per ml darah sebelum infeksi menjadi sekitar 200 sampai 300 per darah 2-10 tahun setelah infeksi. Sewaktu sel T4 mencapai kadar gejala infeksi misalnya infeksi jamur oportunistik atau timbulnya herpes zoster (cacar ular), muncul jumlah T4 kemudian menurun karena timbulnya penyakit baru akan nrenyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seseorang didiognosis mengidap AIDS apabila dihitung sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml, atau apabila terjadi infeksi oportunistik, kanker atau demensis AIDS.
Penularan HIV
HIV ditularkan dari orang ke orang melalui pertukaran cairan tubuh, termasuk darah, semen cairan, vagina dan air susu. Urin dan isi saluran cerna tidak dianggap sebagai sumber penularan kecuali apabila jelas tampak mengandung darah.  Air mata, air Iiur, dan keringat mungkin mengandung virus tetapi jumlahnya diperkirakan terlalu rendah untuk menimbulkan infeksi.
HIV tidak ditularkan melaiui :
1.    Hubungan sosial seperti jabatan tangan, bersentuhan, berciuman biasa, berpelukan, penggunaan peralatan makan dan minum.
2.    Gigitan nyamuk.
3.    Kolam renang, penggunaan kamar mandi atau WC/jamban yang sama.
4.    Tinggal serumah bersama Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA).
ODHA yaitu pengidap HIV atau AIDS.
OHIDA (Orang hidup dengan HIV atau AIDS) yakni keluarga (anak, istri, suami, ayah, ibu) atau teman-teman pengidap HIV atau AIDS.
Lebih dari 80% infeksi HlV diderita oleh kelompok usia produktif terutama laki-laki, tetapi, proporsi penderita HIV perempuan cenderung meningkat. Infeksi pada bayi dan anak, 90 % terjadi dari ibu pengidap HIV. Hingga beberapa tahun, seorang pengidap HIV tidak menunjukkan gejala-gejala HIV, namun demikian orang tersebut dapat menularkan kepada orang lain. Setelah itu berkembang dan menunjukkan tanda-tanda atau gejala-gejala.
Masa inkubasi/masa laten sangat tergantung pada daya tahan tubuh masing-masing orang, rata-rata 5-10 tahun. Selama masa ini orang tidak memperlihatkan gejala-gejala, walaupun jumlah HIV semakin bertambah dan sel T4 semakin menururn. Semakin rendah jumlah sel T4, semakin rusak sistem kekebalan tubuh.
Pada waktu sistem kekebalan tubuh sudah dalam keadaan parah, seseorang yang mengidap HIV/AIDS akan mulai menampakkan gejala-gejala AIDS.
Tanda-tanda klinis penderita AIDS:
1.    Berat badan menurun lehih dari 10 % dalam 1 bulan
2.    Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
3.    Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
4.    Penurunan kesadaran dan gangguan-gangguan neurologis
5.    Dimensia/HIV ensefalopati
Gejala Minor
1.    Batuk menetap lebih dari 1 bulan
2.    Dermatitis generalisata yang gatal
3.    Adanya Herpes zoster multisegmental dan berulang
4.    Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita
HIV dan AIDS dapat menyerang siapa saja. Namun pada kelompok rawan mempunyai risiko besar tertular HIV penyebab AIDS, yaitu :
1.    Orang yang berperilaku seksual dengan berganti-ganti pasangan tanpa menggunakan kondom
2.    Pengguna narkoba suntik yang menggunakan jarum suntik secara bersama-sama
3.    Pasangan seksual pengguna narkoba suntik
4.    Bayi yang ibunya positif HIV
HIV dapat dicegah dengan memutus rantai penularan, yaitu ; menggunakan kondom pada setiap hubungan seks berisiko, tidak menggunakan jarum suntik secara bersam-sama, dan sedapat mungkin tidak mernberi ASI pada anak bila ibu positif HIV. Sampai saat ini belum ada obat yang dapat mengobati AIDS, tetapi yang ada adalah obat untuk menekan perkembangan virus HIV sehingga kualitas hidup ODHA tersebut meningkat. Obat ini harus diminum sepanjang hidup.
Orang Yang Beresiko Terjangkit HIV
Orang-­orang yang berisiko tinggi terinfeksi HIV adalah mereka yang bertukar darah dengan orang terinfeksi. Hal ini berarti setiap orang yang terpajan darah yang tercemar melalui transfuse atau jarum suntik yang terkontaminasi. Pajanan ke jarum suntik yang tercemar dapat terjadi secara tidak sengaja di difasilitas pelayanan kesehatan atau melalui tukar menukar jarum selama pemakaian obat intravenal (IV). Resiko terinfeksi setelah tertusuk jarum terinfeksi secara tidak sengaja adalah sangat rendah (<1%). Walaupun resiko terinfeksi dari transfusi darah tercemar sangat tinggi (hampir 100%).
Gambaran Klinik
            Manifestasi klinis penyakit AIDS menyebar luas dan pada dasarnya dapat mengenai sistem organ penyakit yang berkaitan dengan infeksi HIV dan AIDS terjadi akibat infeksi, maliknasi dan efek langsung, HIV pada jaringan tubuh.
Ø  Gejala mirip flu termasuk dalam dernam ringan, nyeri badan, mengigil, dapat muncul beberapa minggu sampai bulan setelah infeksi. Gejala ini bersesuaian dengan pembetukan anti body terhadap virus. Gejala menghilang setelah respon imun awal menurunkan jumlah partikel, walaupun virus tetap dpat bertahan pada sel-sel lain yang terinfeksi.
Ø  Selama periode laten orang yang terinfeksi HIV mungkin tidak memperlihatkan gejala atau pada sebagaian kasus mengalami limfadenopati (pembengkakan kelenjar getah bening) persistem. Antara 2-10 tahun setelah infeksi HIV, sebagian besar pasien mulai mengalami berbagai oputumisti. Penyakit-penyakit ini mengisyaratkan munculnya AIDS dan berupa infeksi ragi pada vagina atau mulut dan berbagai infeksi virus misalnya varisella roster (cacar air dan ular), sitomegalovirus, atau herpes simpleks persistem, wanita dapat menderita infeksi ragi kronik, atau penyakit radang panggul.
Ø  Setelah terbentuk AIDS sering terjadi saluran nafas, oleh organisme oportunistik pneumoctis carinii.
Ø  Dapat timbul tubercolosa yang resisten bermacam-macam obat karena pasien AIDS tidak mampu melakukan respon imun yang efektif untuk melawan bakteri, walupun dibantu melakukan anti biotik.
Ø  Gejala susunan saraf pusat adalah defekmototri kejang perubahan kepribadian dan demensia pasien akan menjadi buta dan akhirnya menjadi buta. Banyak dari gejala tersebut karena, infeksi bakteri dan firus opertunistik pada SSP yang menyebabkan peradangan otak, HIV juga dapat secara langsung merusak sel-sel otak.
Ø  Diare dan berkurangnya lemak tubuh sering terjadi pada apasien AIDS. Diare terjadi akibat infeksi virus dan protozoa. Infeksi jamur dan hipotagus menyebabkan nyeri hebat sewaktu menelan dan mengunyah dan ikut berperan menyebabkan berkurangnya lemak dan gangguan pertumbuhan.
Ø  Berbagai kanker muncul pada pasien AIDS akibat tidak adanya respon imun seslular terhadap ses-sel neuplstik yang terjadi pada pasien AIDS kanker yang sebenarnya Jarang dijumpai. Sakroma Kaposi. Sakroma Kaposi adalah kanker sisten vaskuler yang ditandai oleh resi-resi berwarna merah

C.       MANIFESTASI KLINIK

     Apabila terinfeksi oleh HIV, maka pengobatannya adalah :
o   Obat-obat anti HIV ,misalnya azidotimidin (AZT), yang menghambat enzim reverse transcriptase dan tampaknya efektif untuk menurunkan jumlah infeksi yang diidap pasien AIDS, tetapi dapat memperlama waktu kelangsungan hidup bagi sebagian orang. Efek samping otot tersebut adalah mual, nyeri kepala dan penekanan sumsum tulang belakang.
o   Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat-obat terlarang. Makanan yang sehat dan gaya hidup yang bebas stress sangatlah penting. Stress gizi yang kurang, alcohol diketahui fungsi imun. merokok juga harus dihindari.
o   Menghindari infeksi lain. Dimana infeksi tersebut dapat mengaktitkan sel T dan dapat mempercepat replikasi HlV. untuk mencegah infeksi, harus diberikan vaksin-vaksin yang ada sepanjang tidak digunakan vaksin virus hidup


o   Terapi untuk kanker dan infeksi spesifik.
Terapi alternative
Ilmu kedokteran Barat tradisional menfokuskan perhatiannya pada pengobatan penyakit. Pengobalan atau intervensi ini diajarkan pada semua sekolah kedokteran dan digunakan para dokter dalarn merawat pasien-pasien mereka.
Terapi alternatf dapat dibagi menjadi empat kategori :
a.    Terapi spiritual atau psikologis yang mencakup terapi humor, hipnosis, kembuhan karena iman-kepercayaan (faith healing), guided imatri dan afirmasi positif.
b.    Terapi nutrisi yang mencakup diet vegetarian atau makribiotik suplemen Vitamin C arau karoten dan kunyit/kunir (suatu umbi tanaman yang digunakan sebagai penyedap makanan), yang mengandung curcumem
c.    Terapi obat dan biologic termasuk nobat-obat yang pemakaianya tidak disetujui FDA.
d.    Terapi dangan tenaga fisik dan alat yang mencakup akupunktur, akupresur, terapi masase, reflek sologi terapi sentuhan yoga dan kristal.

D.        PENATALAKSANAAN MEDIS

Belum ada penyembuhan bagi AIDS sehinggga pencegahan infeksi HIV perlu dilakukan. Pencegahan berarti tidak berkontak dengan cairan tubuh tercemar HIV karena mustahil diketahui sebelumnya apakah suatu cairan tubuh sudah tercemar oleh HIV, maka seseorang harus rnengganggapnya tercemar sampai terbukti sebaliknya. Untuk mencegah terpajan HIV seseorang harus :
o   Melakukan abstinensi seks atau hubungan kelamin monogamy bersama dengan pasangan yang tidak terinfeksi
o   Diperiksa untuk mengetahui adanya virus paling sedikit 6 bulan Setrlah hubungan terakhir yang tidak terlindung
o   Menggunakan kondom lateks apabila terjadi hubungan kelamin dengan orang yang HIVnya tidak diketahui
o   Tidak melakukan tukar menukar jarum dengan siapapun untuk alasan apapun
o   Mencegah infeksi ke janin atau bayi baru lahir
PROSES KEPERAWATAN
Asuhan keperawatan bagi penderita penyakit AIDS merupakan tantangan yang besar bagi perawat karena setiap sistem organ berpotensi untuk menjadi sasaran infeksi ataupun kanker. Disamping itu, penyakit ini akan dipersulit oleh komplikasi masalah emosional, sosial dan etika. Rencana keperawatan bagi penderita AIDS harus disusun secara individual untuk memenuhi kebutuhan masing-masing pasien.

E.        PENGKAJIAN
1.    Riwayat Penyakit.
Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena sifat kelainan imun. Umur kronologis pasien juga mempengaruhi imunokompetens. Respon imun sangat tertekan pada orang yang sangat muda karena belum berkembangnya kelenjar timus.
2.    Pemeriksaan Fisik (Objektif) dan Keluhan (Sujektif)
 Pengkajian keperawatan mencakup pengenalan faktor risiko yang potensial, termasuk praktek seksual beresiko dan penggunaan bius IV. Status fisik dan psikologis pasien harus dinilai. Semua faktor yang mempengaruhi fungsi sistem imun perlu digali dengan seksama.
·         Status nutrisi dinilai dengan menanyakan riwayat diet dan mengalami faktor-faktor yang dapat mengganggu asupan oral seperti anoreksia, mual, vomitos. Nycri oral atau kesulitan menelan.
·         Kulit dan membrane mukosa diinsfeksi setiap hari untuk menemukan tanda-tanda lesu, ulserasi atau infeksi. Rongga mulut diperiksa untuk memantau gejala kemerahan, ulseri dan ­adanya bercak-bercak putih
·         Status respiratorius dinilai lewat pemantauan pasien untuk mendeteksi gejala batuk, produksisputum, nafas yang pendek dan nyeri dada. Keberadaan suara pernafasan dan juga harus diperiksa.
·         Status neuroiosis ditentukan dengan menilai tingkat kesadaran pasien, orientasinya terhadap orang, tempat serta waktu dan ingatan yang hilang. Pasien juga dinilai untuk, mendeteksi  gangguan motorik
·         Status cairan dan elektrolit dinilai dengan memeriksa kulit serta membran mukosa untuk menentukan turgor dan kekeringan.
·         Tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya dan cara-cara penularan penyakit harus dievaluasi. Disamping itu, tingkat pengetahuan keluarga dan sahabat perlu dinilai.

3.    Pemeriksaan Diagnostik

·         Tes Laboratorium
Tes dan pemeriksaan laboratorium digunakan untuk mendiagnosis      Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan memantau perkembangan penyakit serta responnya terhadap terapi Human Immunodeficiency Virus (HIV)


F.         DIAGNOSA KEPERAWATAN

Berdasarkan data-data hasil penilaian diagnosa keperawatan yang utama bagi penderita penyakit AIDS dapat mencakup keadaan berikut ini :
o   Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan manifestasi HIV, ekskoriasi dan diare pada kulit.
o   Diare yang berhubungan dengan kuman pathogen usus dan/atau infeksi HIV Risiko terhadap infeksi yang berhubungan dengan imunodefisiensi
o   Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan keadaan mudah letih, kelemahan, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, dan poksia yang menyertai infeksi paru
o   Perubahan proses piker yang berhubungan dengan penyempitan rentang perhatian, gangguan daya ingat, kebingungan dan disoriensi yang menyertai ensefalopati HIV
o   Bersihan saluran nafas tidak efektif yang berhubungan dengan pneumonia pnearmucystis carinii (PCP), peningkatan sekresi bronkus dan penurunan kemampuan untuk batuk yang menyertai kelemahan, serta keadaan mudah letih
o   Nyeri yang berhubungan dengan gangguan inteoritas kulit perianial akibat diare
o   Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh, yang berhuhungan dengan penurunan asupan oral.
o   Isolasi sosial yang berhubungan dengan stigma penyakit penarikan diri dari sistem pendukung, prosedur isolasi dan bila dirinya ketakutan bila dirinya menulari orang lain
o   Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan cara-cara mencegah penularan HIV dan mandiri
Masalah kolaboratif komplikasi potensial
Berdasarkan data-data hasil penilaian, komplikasi yang mungkin terjadi mencakup;
a.    Infeksi oportunistik
b.    Kerusakan pernafasan atau kegagalan respirasi
c.    Sindrom pelisutan dan gangguan keseimbanban cairan serta elektrolit
d.    Reaksi yang merugikan terhadap obat-obatan

G.        PERENCANAAN DAN IMPLEMENTASI

Sasaran bagi pasien mencakup pencapaian dan pemeliharaan intregitas kulit, pemulihan kembali kebiasaan defekasi yang normal, tidak adanya infeksi, perbaikan toleran terhadap aktivitas, perbaikan status nutrisi, peningkatan sosialisasi, ekspresi berduka, peningkatan pengetahuan tentang penyakit serta perawatan-mandiri, dan tidak adanya komplikasi.

INTERVENSI
1.    Meningkatkan integrasi kulit.
Kulit dan mukosa oral harus dinilai secara rutin untuk mendeteksi perubahan dalam penampakan, lokasi serta ukuran lesi dan menemukan bukti infeksi serta kerusakan kulit. Pasien dianjurkan agar sedapat mungkin mempertahankan keseimbangan istirahat dan mobilitas. Pasien yang immobile (tidak dapat bergerak) harus dibantu, untuk mengubah tubuhnya setiap 2 jam sekali.
Alat-alat seperti kasur dengan tekanan yang berubah-ubah dan tempat tidur khusus yang digunakan untuk mencegah disrupsi. Pasien diminta untuk menggaruk dan mau menggunakan sabun yang nonabrasif serta tidak membuat kulit tidak menjadi kering dan memakai pelembab kulit tanpa parfum untuk mencegah kekeringan kulit. Perawatan oral yang rutin harus dianjurkan pula.
2.    Meningkatkan kebiasaan defekasi yang lazim.
Pola defikasi pasien harus dinilai untuk mendeteksi diare. Perawat harus memantau frekuensi defikasi serta konsistensi veses dan melaporkan rasa sakit atau keram pada perut yang berkaitan dengan defekasi. Faktor-faktor yang akan membuat diare Yang frekuensi kambuh kembali harus pula dinilai. Kwantitas dan volume veses cair diukur untuk mencatat kehilangan volume cairan. Kultur vases dilakukan untuk mengidentifikasi micro organism pathogen penyebab diare.
Konseling mengenai cara-cara mengurangi diare perlu dilakukan pada pasien. Dokter dapat merekomendasikan pembatasan asupan oral unluk mengistirahatkan usus selama periode implemasi akut yang berkaitan dengan infeksi usus yang berat. Dengan ditingkatnya Asupan makanan,  jenis jenis makanan yang merangsang usus seperti buah serta sayuaran bakar, minuman bersoda, makanan pedas, dan makanan dengan suhu ekstem perlu dihindari . Makanan dengan porsi kecil tetapi akan sering membantu mencegah dispense abdomen.
Dokter dapat meresepkan obat-obat antikolinergik,antispasmodic atau opiold yang mengurangi diare dengan menurunkan motilitas dan spasme usus ; pemberian obat anti diare, dengan jadwal tertentu. Mungkin akan lebih efektif dari pada pemberian kalau perlu. Preparat antibiot dan antipungal dapat pula diresepkan untuk melawan kuman-kuman pathogen yang ditemukan lewat pemeriksaan kultur fases.
3.    Mencegah infeksi.
Kepada pasien dan orang yang merawatnya diminta untuk memantau tanda-tanda serta gejala infeksi. Tanda-tanda ini mencakup gejala demam/panas, menggigil, keringat malam, batuk dengan atau tanpa produksi sputum, napas yang pendek, kesulitan bernapas, rasa sakit pada mulut atau kesulitan menelan, bercak-bercak putih dalann rongga mulut, penurunan berat badan yang tidak jelas penyebabnya, kelenjar limpa yang membengkak, mual, muntah persistem, sering berkemih, sulit untuk mulai dan nyeri saat berkemih, sakit kepala, perubahan persual, dan penurunan daya ingat, kemerahan, pembengkakan atau pengeluaran secret dari luka pada kulit, dan lesi paskuler pada wajah, bibir atau daerah perianal. perawat juga harus memantau hasil laboratorium yang menunjukkan infeksi seperti hidung, leokosit dan hidung jenis.
Dokter dapat memutuskan untuk melakukan pemeriksaan kultur specimen dari secret luka, lesi, urin, feses, sputum, mulut serta darah untuk mengidentifikai mikroorganisme pathogen dan terapi anti mikroba yang paling tepat.
4.    Memperbaiki toleransi terhadap aktifitas.
Toleransi terhadap aktifitas dinilai dengan memantau kemampuan pasien untuk bergerak (ambulasi) dan melakukan kegiatan sehari-hari. Mungkin tidak mampu mempertahankan aktifitas yang lazim karena kelemahan, keadaan mudah lelah, napas yang pendek. Bantuan dalam menyusun rencana rutinitas harian yang keseimbangan antara aktifitas dan istirahat mungkin diperlukan.
Disamping itu, pasien akan terbantu dengan informasi mengenai teknik-teknik menghemat tenaga seperti duduk pada saat mencuci atau pada saat mempersiapkan makanan. Terapi seperti relaksasi dan imajinasi mungkin bermanfaat bagi pasien karena dapat mengurangi rasa cemas yang menimbulkan kelelahan dan mudah letih. Kolaborasi dengan anggota lainnya dari tim keperawatan kesehatan menunjukkan faktor-faktor yang berkaitan dengan peningkatan keadaan mudah lelah dan strategi untuk menghadapinya.
5.    Memperbaiki proses berfikir.
Pemeriksaan pasien dilakukan pula untuk menilai perubahan pada status mental yang berhubungan dengan gangguan neorologis abnormalitas, metabolism, infeksi, efek samping pengobatan atau mekanisme untuk mengatasi persoalan. Status mental harus dinilai sedini mungkin untuk memberikan data dasar pada keperluan pemantauan perilaku.

6.    Memperbaiki bersihan jalan napas.
Status respiratorius yang mencakup frekuensi, irama, penggunaan otot-otot aksesoris dan suara pernapasan, status mental dan warna kulit harus dinilai paling tidak sekali sehari. Setiap gejala batuk dan jumlah karakteristik sputum harus dicatat. Specimen sputum dianalisis untuk menemukan mikro organisme yang menular. Terapi fulmuner (batuk, bernapas dalam dan fibrasi) dilakukan sedikitnya setiap dua jam untuk mencegah stasis sekresi dan meningkatkan bersihan saluran Jalan napas.
7.    Pasien dinilai untuk menentukan kualitas dan kuantitas rasa nyeri.
Dimana nyeri ini berkaitan dengan tergangunya integrasi kulit periana sarcoma Kaposi dan neuropati perifer nyeri akibat sarcoma Kaposi kerap kali dikeluarkan sebagai berat dan tekanan yang menusuk nusuk jika terdapat limfedema. penanganan nyeri dapat mencakup penggunaan preparat anti implamasi nonstaroid dan opioid disamping pendekatan nonparmakologis seperti tehnik relaksasi
8.    Memperbaiki tehknik relaksasi.
9.    Mempertahankan status nutrisi yang memadai
Status nutrisi dinilai dengan memantau berat badan. Asupan makanan dan kadar albumin. pasien juga dinilai untuk menemukan faktor faktor yang mengganggu asupan oral seperti anoreksia infeksi kandida pada   mulut serta esophagus ; mual, muntah, nyeri,kelemahan dan keadaan mudah letih.
Berdasaarkan hasil penilaian ini, perawat dapat mengemplementasikan asupan oral. Pasien dianjurkan untuk memakan makanan yang mudah ditelan dan menghindari makanan kasar, pedas, ataupun lengket, terlalu panas atau dingin.

H.       EVALUASI DATA
Hasil yang diharapkan :
1.    Mempertahankan integritas kulit
2.    Mendapatkan kembali kehiasaan defeksasi yang normal
3.    Tidak mengalami infeksi
4.    Mempertahankan tingkat toleransi yang memadai terhadap aktivitas
5.    Mempertahankan tingkat proses berfikir yang lazim
6.    Mempertahankan klirens saluran napas yang efektif
7.    Mengalami peningkatan rasa nyaman, penurunan rasa nyeri
8.    Mempertahankan teknik relaksasi
9.    Mempertahankan status nutrisi yang mernadai










BAB III
PENUTUP
A.   Kesimpulan
Rencana keperawatan bagi penderita AIDS harus disusun secara individual untuk memenuhi kebutuhan masing-masing pasien. Asuhan keperawatan pada klien dengan HIV/AIDS terdiri dari 4 tahap yaitu Pengkajian,Diagnosa,Intervensi, Implementasi,dan Evaluasi.
Pengkajian keperawatan mencakup pengenalan faktor risiko yang potensial, termasuk praktek seksual beresiko dan penggunaan bius IV. Dalam perencanaan dan implementasi, sasaran bagi pasien mencakup pencapaian dan pemeliharaan intregitas kulit, pemulihan kembali kebiasaan defekasi yang normal, tidak adanya infeksi, perbaikan toleran terhadap aktivitas, perbaikan status nutrisi, peningkatan sosialisasi, ekspresi berduka, peningkatan pengetahuan tentang penyakit serta perawatan-mandiri, dan tidak adanya komplikasi.
B.   Saran






DAFTAR PUSTAKA


·         Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta ; Media Aesculapius

·         Brunner and Suddart. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8, Jakarta ; EGC


Komentar dengan akun facebook

link

SEO Stats powered by MyPagerank.Net
Google PageRank Checker Powered by  MyPagerank.Net Yahoo bot last visit powered by MyPagerank.Net

 
Design by Alamsyah Aris | Bloggerized by Alamsyah design | Maros Indonesia