Tekno Solution

Tekno Solution

Sabtu, 14 April 2012

EPILEPSI




A.    Pengertian
            Epilepsi adalah gejala kompleks dari banyak gangguan fungsi otak berat yang dikarakteristikkan oleh kejang berulang. Keadaan ini dapat dihubungkan dengan kehilangan kesadaran, gerakan berlebihan atau hilangnya tonus otot atau gerakan dan gangguan perilaku, alam perasaan, sensasi dan presepsi, sehingga epilepsi bukan suatu penyakit tetapi suatu gejala. Masalah dasarnya diperkirakan dari gangguan listrik (disritmia) pada sel saraf pada sala satu bagian otak, yang menyebabkan sel ini mengeluarkan muatan listrik abnormal, berulang dan tidak terkontrol. Karakteristik kejang epileptie adalah suatu manifestasi muatan neuron berlebihan ini. ( KMB 8 Vol.3, halaman 2203 ).
B.    Anatomi dan Fisiologi
            Otak dibagi menjadi 3 bagian, yakni otak depan, otak tengah, dan otak belakang.
            Otak depan merupakan bagian terbesar yang disebut sereblum, yang dibagi dalam dua hemister, yaitu hemister kanan dan hemister kiri oleh fisura longitudional. Pemisahan kompleks di bagian depan, dan bagian belakang, tetapi di bagian tengah hemister dihubungkan oleh serabut pita lebar yang disebut korpus kalosum. Lapisan luar sereblum disebut korteks serebri yang tersusun atas badan abu – abu (badan sel) yang berlipat – lipat yang disebut qeri yang dipisahkan pisura yang disebut sulci. Ini memungkinkan permukaan otak menjadi luas. Pola umum qeri dan sulci sama pada setiap individu. Tiga sulci utama membagi tiap hemister menjadi 4 lobus. Sulkus sentral membentang dari bawa ke atas, dari puncak hemister ke suatu tempat bawah suklus lateral. Suklus lateral membentang ke belakang dari bagian bawah otak depan dan suklus parieto – oksipital membentang ke depan dan kebelakang dalam jalur pendek dari bagian posterior atas hemister. Lobus hemisfer terdiri dari lobus frontal melintasi didepan sulcus sentral dan diatas parieto eksipitalis dan di atas garis sulkus lateral temporal terletak di bawah sulkus lateral dan meluas kebelakang lobus eksipital.
            Rongga dalam otak disebut ventrikal. Ada dua ventrikal lateral, satu buah ventrikel tengah ( ventrikel ketingga di tengah ) dan keempat  semua berisi cairan serebiospinal.
            Otak tengah terletak di antara otak depan dan otak belakang, panjang kira – kira 2 cm dan terdiri atas dua buah pita seperti tangkai dari bahan – bahan putih, yang disebut pedunkulus serebli yang membawa implus melewati dan berasal dari otak dan medula spinalis dan empat tonjolan kecil, yang disebut badan kuadrigiminali, yang berperan dalam mafuk pengelihatan dan pendengaran. Badan pineal terletak diantara dua badan kuadrigeminal, yang berperan dalam refleks pengelihatan dan pendengaran. Badan pineal terletak diantara dua badan kuadrigeminal bagian atas.
Otak belakang terdiri atas 3 bagian
1)    Poros yang terletak di antara otak tenga bagian atas dan medulla oblongata bagian bawah. Pons mengandung serabut saraf yang membawa impuls saraf ke atas dan ke bawah dan beberapa serabut yang menyatu dengan sereblum.
2)    Medula oblongata terletak di antara bagian atas dan medulla spinalis di bagian bawah. Struktur ini berisi pusat jantung dan pusat pernapasan dan juga diketahui sebagai pusat vital yang mengontrol jantung dan pernapasan.
3)    Serebrum bertanggungjawab terhadap aktifitas otot, kontrol tonus otot dan upaya mempertahankan postur tubuh secara terus – menerus. Sereblum menerima impuls sensori tentang derajad ketegangan otot, posisi sendi, dan informasi dari korteks serebri.
            Otak tengah, ponsi dan medulla memiliki beberapa fungsi yang sama dan secara keseluruhan sering disebut sebagai batang otak. Area ini juga mengandung nukleus yang berasal dari saraf krania ( Anatomi dan Fisiologi untuk Perawat, hal.73 – 79 ).

C.    Insidens
            Kira – kira 1 % populasi ( lebih dari 2 juta orang di Amerika Serikat mengalami epilepsi, dengan 100.000 kasus baru terdiagnosis setiap tahun. Telah ada penimgkatan insiden gangguan ini, kemungkinan karena sejumlah faktor. Perbaikan perawatan secara obstertik dan neonatalmenyebabkan bayi yang mengalamigawat nafas, sirkulasi dan kegawatan lainnya selama  persalinan, bayi ini dapat dipredisposisikan pada kejang intermiten. Perbaikan penatalaksanaan medis, bedah dan keperawatan terhadap pasien dengan cedra kepala, tumor otak, meningitis dan ensepalitis, menyelamatkan pasien dengan kondisi ini dapat menimbulkan perubahan serebral erebral dengan kejang resultan. Demikian juga elektroensetalografi (EEG) dapat membantu dalam mengidentifikasi pasien dengan epilepsi. Pendidikan telah memberi informasi kepada masyarakat dan telah mengurangi stigma yang berhubungan dengan kondisi ini, sehingga makin banyak orang akan mengakui bahwa mereka mangalami epilepsy.(KMB, edisi 8, vol.31, halaman 2203).
D.    Patofisiologi
            Aktifitas serangan epilepsy apat terjadi sesudah suatu gangguan. Pada otak dan sebagian ditentukan oleh derajat dan lokasi dari lesi, lesi pada mesansefalon, thalamus dan korteks serebrikemungkinan besar bersifat epileptogenetik sedangkan lesi pada sereblum dan batang otak biasanya tidak menimbulkan serangan epilepsy.
            Pada membran sel, neuron epileptik ditandai oleh fenomena biokimia tertentu, beberapa diantaranya adalah,
1.     Ketidak stabilan membrane sel saraf sehingga sel mudah diaktifkan
2.     Neuron hipersensitif dengan ambang yang menurun sehingga mudah terangsang secara berlebihan.
3.     Mungkin terjadi polarisasi yang abnormal (polarisasi berlebihan, hiperpolarisasi, atau terhentinya polarisasi )
4.     Keseimbangan ion yang mengubah lingkungan kimia dari neuron paa waktu serangan, keseimbangan elektrolit pada tingkat neuronal mengalami perubahan, ketidakseimbangan ini akan menyebabkan membrane neuron akan mengalami depolarisasi.
            Perubahan –perubahan metabolisme yang terjadi selama serangan dan segera sesudah serangan antra lain disebabkan juga oleh peringatan kebutuhan energi akibat hiperaktifitas neuron. Kebutuhan metabolisme meningkat secara drastic selama serangan kejang. Pengeluaran energi listrik oleh sel-sel syaraf motorik dapat meningkat sampaI 100/Detik. Aliran darah serebral meningkat , demikian juga pernapasan jaringan dan glikolisis. Selama dan sesudah serangan, cairan serebrospinal mengandung asetilkoling, sedangkan kadar asam glutamate mungkin menurun selama serangan.
            Pada waktu diadakan otopsi tidak ditemukan perubahan makroskopis, Bukti histopathologis menyokong hipotesis bahwa lesi sesungguhnya bersifat neurokimia dan bukan structural. Tidak ditemukan adanya faktor patologis yang konsisten. Diantara serangan ditemukan kelainan lokal pada metabolisme kalium dan asetilkolin. Agaknya tempat yang mengalami serangan: Sangat peka peka terhadap asetilkolin, yaitu suatu transmitter fasilitator.Pembuangan dan penguikatan asetilkolin berlangsung lamban. ( Patofisiologi, edisi 2, 2002, hal 278- 279)

E.    Penyebab
            Penyabab kejang  pada banyak orang tidak diketahui. Para ahli peneliti, menimbulkan kejang dalam percobaan binatang melalui cedera pembedahan atau kimia stimulus elektrik. Epilepsi sering terjadi akibat trauma lahir, Asphyxsia neonatorum, cedera kepala, beberapa penyakit infeksi, ( Bakteri,Virus,Parasit ), keracunan (Karbon monoksida dan menunjukan keracunan ), masalah-masalah sirkulasi, demam, gangguan metabolisme dan nutrisi/Gizi dan intoksikasi obat-obatan atau alcohol juga dapat dihubungkan dengan adanya tumor otak, Abses, dan kelainan bentuk bawaan  Dalam banmyak ksus epilepsy tidak diketahui penyebabnya (Idiopatik ). Keadaan yang menyebabkan kelemahan un tuk beberapa tipe dapat diwariskan. Epilepsi yang menyerang sebelum usia 20 tahun merupakan kelompok terbesar yaitu 75% dari jumlah pasien epilepsy seluruhnya.
            Pada banyak kasus epilepsy sedikit memopengaruhi inteligensi. Indivudu epiolepsi yang tidak mengalami kerusakan otak atau sitem syaraf lainnya mempunyai tingkat inteligensia seperti populasi lainnya. Epilepsi tidak sama dengan retardsi atau penyakit mental. Kadang-kadang beberapa orang yang mengalami epilepsy sebenarnya mereka mengalami penurunan karena kerusakan neurologis yang serius, sehingga rata-rata IQ untuk emua penderita epilepsi ini dibawah tingkat  IQ normal (KMB, vol 8, edisi 3, 2002, hal 2204).

F.    Pencegahan
            Upaya sosial luas yang menggabungkan tindakan luas harus ditingkankan untuk pencegahan epilepsy. Resiko epilepsy muncul pada bayi dari ibu yang menggunakan obat anti kobnfulsi yang digunakan selama kehamilan.Ibu-ibu yang mempunyai resiko tinggi (Tenaga kerja wanita dengan latar belakang sukar melahirkan, Penggunaan obat-obatan,Diabetes, Atau hipertensi) harus diidentifikasi dan dipantau ketat selama hamil karena lesi pada otak atau cedera akhirnya menyebabkan kejang yang terjadi pada janin selama kehamilan dan persalinan.
            Infeksi pada masa kanak-kanak (campak,penyakit gondongan,meningitis bakteri ) harus dikontrol dengan vaksinasi yang benar. Keracunan timbale adalah penyebab lain dari epilepsi yangt dapat dicegah.orang tua dan anak yang pernah mengalami kejang demam harus diinstruksikan tentang metode untuk mengontrol demam (kompres dingin, obat anti piretika ).
            Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama yang dapat dicegah melalui program yang memberi keamanan yang tinggi dan tindakan pencegahan yang aman, tetapi juga mengembangkan pencegahan epilepsy akibat cedera kepala.
            Program skrining untuk mengidentifikasi anak gangguan kejang pada usia dini, dan program p[encegahan kejang dilakukan dengan penggunaan obat-obatan anti konfulsan secara bijaksana dan modifikasi gaya hidup merupakan bagian dari rencana pencegahan ini.( KMB, vol 8, edisi 3, 2002, hal 2204

G.   Manifestasi Klinis
            Bergantung pada lokasi muatan neuron – neuron, kejang dapat direntang dari serangan awal sederhana sampai gerakan konvulsif memanjang dengan hilangnya kesadaran. Variasi kejang diklasifikasikan secara internasional sesuai daerah otak yang terkena dan telah diidentifikasi sebagai kejang parsial, umum dan tidak diklasifikasikan. Kejang persial asalnya fokal dan hanya mengenai sebagian otak. Kejang umum asalnya tidak spesifik dan mengenai seluruh otak secara silmutan. Kejang yang tidak diklasifikasikan disebut demikian karena data – data yang tidak lengkap.
            Pola awal kejang menunjukan daerah otak dimana kejang tersebut berasal. Juga penting untuk menunjukan jika pasien mengalami aura, suatu sensai tanda sebelum kejang epileptik, yang dapat menunjukkan asal kejang ( mis. Melihat kilatan sinars dapat menunjukkan kejang berasal dari lobus oksipital ).
            Pada kejang parsial sederhana, hanya satu jari atau tangan yang bergetar, atau mulut dapat tersentak tak terkontrol, individu ini bicara yang tak dapat dipahami, pusing, dan mengalami sinar, bunyi, bau atau rasa yang tidak umum dan tidak nyaman.
            Pada kejang persial kompleks, individu tetap tidak bergerak atau bergerak secara automatis tetapi tidak tepat dengan waktu dan tempat, atau mengalami emosi berlebihan, yaitu takut, marah, kegirangan, atau peka terhadap rangsagan. Apapun manifestasinya, individu tidak ingat episode tersebutketika telah lewat.
            Kejang umum, lebih umum disebut sebagai kejang grand mal, melibatkan kedua hemisfer otak, yang menyebabkan kedua sisi tubuh bereaksi. Mungkin ada kekakuan intens pada seleruh tubuh yang diikuti dengan kejang yang bergantian dengan relaksasi dan kontraksi otot, (kontraksi tonik klonik umum). Kontraksi simultan diafragma dan otot dda dapat menimbulkan menangis epileptik karakteristik. Sering lida tertekan dan pasien mengalami inkontinen urine dan fases. Setelah satu atau dua menit, gerakan konvulsif mulai hilang, pasien rileks dan mengalami koma dalam, bunyi nafas bising. Pada keadaan postikal (setelah kejang) pasie sering konfusi dan sulit bangun, dan tidur selama berjam – jam, banyak pasien mengeluh sakit kepala atau sakit otot.
            Klasifikasi internasional terhadap kejang,
Kejang persial (kejang yang dimulai setempat)
a.     Kejang persial (kejang yang dimulai setempat)
·       Dengan gejala - gejala motorik
·       Dengan gejala – gejala sensorik khusus atau sematosensori
·       Dengan gejala – gejala otonom
·       Bentuk – bentuk campuran
b.     Kejang parsial kompleks (dengan gejala kompleks umum umumnya dengan gangguan kesadaran)
·       Dengan hanya gangguan kesadaran
·       Dengan gejala – gejala kognitif
·       Dengan gejala – gejala arektif
·       Dengan gejala – gejala psikosensori
·       Dengan gejala – gejala psikomotor (automatis)
·       Bentuk – bentuk tambahan
c.     Kejang persial sekunder menyeluruh
Kejang umum  (simetrik bilateral, tanpa awitan lokal)
·       Kejang tonok klonok
·       Kejang tonik
·       Tidak ada kejang
·       Kejang atonik
·       Kejang mioklonik (epilepsi bilateral yang luas)
·       Spasme kelumpuhan(KMB, vol 8, edisi 3,2002, hal 2204)

H.    Diagnosis Penunjang
            Pengkajian diagnostik bertujuan dalam menentukan tipe kejang, frekuensi dan beratnya dan faktor – faktor pencetus. Riwayat perkembangan yang mencakup kejadia kehamilan dan kelahiran, untuk mencari kejadian cedra sebelum kejang. Sebelum penelitian dibuat untuk penyakit atau cedra kepala yang dapat mempengruhi otak. Selain itu dilakukan pengkajian fisik dan neurologik, hematologik, dan pemeriksaan serologik. Pencitraan CT digunakan untuk mendeteksi lesi pada otak, fokal abnormal, serebrovaskuler abnormal dan perubahan degeneratif serebral.
            Elektroensefalogram (EEG) melengkapi bukti diagnosis dalam proporsi substansial dari pasien epilepsi dan membantu dalam mengklasifikasikan tipe kejang. Keadaan abnormal pada EEG selalu terus – menerus mungkin akibat dari hiperventilasi atau selama tidur. Ditambah lagi mikroelektroda dapat dimasukkan kedalam otak untuk memeriksa aksi dari sel otak tunggal. Ini perlu dicatat kadang – kadang beberapa orang mengalami kajang dengan nilai EEG yang normal. Telemetri dan alat komputer digunakan untuk mengambil dan sebagai pusat pembacaan EEG dalam pita komputer sambil pasien melakukan aktifitas mereka. Rekaman video kejang dilakukan secara simultan dengan telemetri EEG bermanfaat dalam penentuan tipe kejang secara durasi san besarnya. Tipe pemantauan insentif ini sedang mengubah tindakan terhadap epilepsi  berat ( di Amerika Serikat ).(KMB, vol 8, edis 3, 2002, hal 2205).

I.       Penatalaksanan
            Piñatalaksanaan epilepsi dilakukan secara individual untuk memenuhi kebutuhan khususnya masing – masing pasien dantidak hanya untuk mengatasi tetapi juga untuk mencegah kejang. Penatalaksanaan dari satu pasien dengan pasien lainya karena beberapa epilepsi yang muncul akibat kerusakan otak dan selain itu bergantung pada perubahan kimia otak.
            Farmakoterapi, beberapa obat antikonvulsi diberikan untuk mengontrol kejang, walaupun mekanisme kerja zat kimia dari obat – obatan terebut tetap masih tidak diketahui. Tujuan dari pengobatan adalah untuk mencapai pengontrolan kejang dengan efek samping minimal.  Tetapi medikasi lebih untuk mengontrol daripada untuk mengobati kejang. Obat diseleksi sesuai tipe kejang yang akan diobati dan keefektifkan secara keamanan medikasi. Jika obat ditentukan dan digunakan, maka obat – obatan mengontrol kejang 50% sampai 60% pasien mengalami kejang berulang, dan memberikan control persial 15% sampai 35%. Kondisi dari 15% sampai 35% pasien tidak membaik dengan medikasi yang ada.
            Biasanya pengobatan dimulai dengan medikasi tunggal. Dosis awal dan kecepatan dimana dosis ditingkatkan bergantung pada ada tidaknya efek samping yang terjadi. Kadar medikasi dalam dipantau, karena percepatan arbsobsi obat bervariasi untuk setiap orang.
            Pengubahan obat – obatan lainya mungkin diperlukan jika kontrol kejang tidak tercapai atau bila peningkatan dosis memungkinkan terjadi toksitas. Pemberian obat membutuhkan pengaturan karena disesuaikan dengan penyakit yang terjadi, perubahan berat badan dan peningkatan stres .menghentikan obat antikolvusan dengan tibah – tibah dapat menyebabkan kejang lebih sering terjadi atau dapat menimbulkan status epileptik
            Efek samping dari medikasi ini dapat dibagi menjadi tiga kelompok : pertama, gangguan idiosinkratik atau alergik, yang muncul dalam bentuk reaksi kulit primer, kedua, toksisitas akut yang terjadi bila obat – obatan dimulai, ketiga, toksisitas kronik, yang terjadi pada akhir pemberian terapi obat.
            Manivestasi toksisitas obat bervariasi, dan system organ tertentu dapat terkena. Pengkajian fisik periodik dan tes laboratorium dilakukan untuk pasien yang mendapat pengobatan yang diketahui mengalami efek hematopoietik, genitourinarius, atau efek pada hepar.
            Melalui hygiene oral setelah setiap makan, perawatan gigi teratur dan pemijitan gusi secara teratur penting untuk pasien yang menggunakan fenitoin (dilantin) untuk mencegah dan mengontrol hyperplasia pada gusi
            Pembedahan untuk epilepsi, pembedahan diindikasikan untuk pasien yang mengalami epilepsi akibat tumor intracranial, abses, kista, atau adanya anomaly vascular.


Komentar dengan akun facebook

link

SEO Stats powered by MyPagerank.Net
Google PageRank Checker Powered by  MyPagerank.Net Yahoo bot last visit powered by MyPagerank.Net

 
Design by Alamsyah Aris | Bloggerized by Alamsyah design | Maros Indonesia