A. Pengertian
Epilepsi adalah gejala
kompleks dari banyak gangguan fungsi otak berat yang dikarakteristikkan oleh
kejang berulang. Keadaan ini dapat dihubungkan dengan kehilangan kesadaran,
gerakan berlebihan atau hilangnya tonus otot atau gerakan dan gangguan perilaku,
alam perasaan, sensasi dan presepsi, sehingga epilepsi bukan suatu penyakit
tetapi suatu gejala. Masalah dasarnya diperkirakan dari gangguan listrik (disritmia) pada sel saraf pada sala satu
bagian otak, yang menyebabkan sel ini mengeluarkan muatan listrik abnormal,
berulang dan tidak terkontrol. Karakteristik kejang epileptie adalah suatu manifestasi
muatan neuron berlebihan ini. ( KMB 8 Vol.3, halaman 2203 ).
B. Anatomi
dan Fisiologi
Otak dibagi menjadi 3
bagian, yakni otak depan, otak tengah, dan otak belakang.
Otak depan merupakan bagian terbesar
yang disebut sereblum, yang dibagi
dalam dua hemister, yaitu hemister kanan dan hemister kiri oleh fisura
longitudional. Pemisahan kompleks di bagian depan, dan bagian belakang, tetapi
di bagian tengah hemister dihubungkan oleh serabut pita lebar yang disebut korpus kalosum. Lapisan luar sereblum
disebut korteks serebri yang tersusun atas badan abu – abu (badan sel) yang
berlipat – lipat yang disebut qeri yang dipisahkan pisura yang disebut sulci.
Ini memungkinkan permukaan otak menjadi luas. Pola umum qeri dan sulci sama
pada setiap individu. Tiga sulci utama membagi tiap hemister menjadi 4 lobus.
Sulkus sentral membentang dari bawa ke atas, dari puncak hemister ke suatu
tempat bawah suklus lateral. Suklus lateral membentang ke belakang dari bagian
bawah otak depan dan suklus parieto – oksipital membentang ke depan dan
kebelakang dalam jalur pendek dari bagian posterior atas hemister. Lobus
hemisfer terdiri dari lobus frontal melintasi didepan sulcus sentral dan diatas
parieto eksipitalis dan di atas garis sulkus lateral temporal terletak di bawah
sulkus lateral dan meluas kebelakang lobus eksipital.
Rongga dalam otak
disebut ventrikal. Ada dua ventrikal lateral, satu buah ventrikel tengah (
ventrikel ketingga di tengah ) dan keempat
semua berisi cairan serebiospinal.
Otak
tengah terletak di antara otak depan dan otak belakang, panjang kira – kira 2
cm dan terdiri atas dua buah pita seperti tangkai dari bahan – bahan putih,
yang disebut pedunkulus serebli yang membawa implus melewati dan berasal dari
otak dan medula spinalis dan empat tonjolan kecil, yang disebut badan
kuadrigiminali, yang berperan dalam mafuk pengelihatan dan pendengaran. Badan
pineal terletak diantara dua badan kuadrigeminal, yang berperan dalam refleks
pengelihatan dan pendengaran. Badan pineal terletak diantara dua badan
kuadrigeminal bagian atas.
Otak
belakang terdiri atas 3 bagian
1) Poros
yang terletak di antara otak tenga bagian atas dan medulla oblongata bagian bawah.
Pons mengandung serabut saraf yang membawa impuls saraf ke atas dan ke bawah dan
beberapa serabut yang menyatu dengan sereblum.
2) Medula
oblongata terletak di antara bagian atas dan medulla spinalis di bagian bawah.
Struktur ini berisi pusat jantung dan pusat pernapasan dan juga diketahui
sebagai pusat vital yang mengontrol jantung dan pernapasan.
3)
Serebrum bertanggungjawab terhadap aktifitas otot,
kontrol tonus otot dan upaya mempertahankan postur tubuh secara terus –
menerus. Sereblum
menerima impuls sensori tentang derajad ketegangan otot, posisi sendi, dan
informasi dari korteks serebri.
Otak tengah, ponsi dan medulla
memiliki beberapa fungsi yang sama dan secara keseluruhan sering disebut
sebagai batang otak. Area ini juga mengandung nukleus yang berasal dari saraf krania
( Anatomi dan Fisiologi untuk Perawat, hal.73 – 79 ).
C. Insidens
Kira – kira 1 % populasi (
lebih dari 2 juta orang di Amerika Serikat mengalami epilepsi, dengan 100.000
kasus baru terdiagnosis setiap tahun. Telah ada penimgkatan insiden
gangguan ini, kemungkinan karena sejumlah faktor. Perbaikan perawatan secara
obstertik dan neonatalmenyebabkan bayi yang mengalamigawat nafas, sirkulasi dan
kegawatan lainnya selama persalinan,
bayi ini dapat dipredisposisikan pada kejang intermiten. Perbaikan
penatalaksanaan medis, bedah dan keperawatan terhadap pasien dengan cedra
kepala, tumor otak, meningitis dan ensepalitis, menyelamatkan pasien dengan
kondisi ini dapat menimbulkan perubahan serebral erebral dengan kejang
resultan. Demikian juga elektroensetalografi (EEG) dapat membantu dalam
mengidentifikasi pasien dengan epilepsi. Pendidikan telah memberi informasi
kepada masyarakat dan telah mengurangi stigma yang berhubungan dengan kondisi
ini, sehingga makin banyak orang akan mengakui bahwa mereka mangalami epilepsy.(KMB,
edisi 8, vol.31, halaman 2203).
D. Patofisiologi
Aktifitas serangan epilepsy
apat terjadi sesudah suatu gangguan. Pada otak dan sebagian ditentukan oleh
derajat dan lokasi dari lesi, lesi pada mesansefalon, thalamus dan korteks
serebrikemungkinan besar bersifat epileptogenetik sedangkan lesi pada sereblum
dan batang otak biasanya tidak menimbulkan serangan epilepsy.
Pada membran sel, neuron epileptik
ditandai oleh fenomena biokimia tertentu, beberapa diantaranya adalah,
1.
Ketidak
stabilan membrane sel saraf sehingga sel mudah diaktifkan
2.
Neuron
hipersensitif dengan ambang yang menurun sehingga mudah terangsang secara
berlebihan.
3.
Mungkin
terjadi polarisasi yang abnormal (polarisasi berlebihan, hiperpolarisasi, atau
terhentinya polarisasi )
4.
Keseimbangan
ion yang mengubah lingkungan kimia dari neuron paa waktu serangan, keseimbangan
elektrolit pada tingkat neuronal mengalami perubahan, ketidakseimbangan ini
akan menyebabkan membrane neuron akan mengalami depolarisasi.
Perubahan –perubahan metabolisme
yang terjadi selama serangan dan segera sesudah serangan antra lain disebabkan
juga oleh peringatan kebutuhan energi akibat hiperaktifitas neuron. Kebutuhan
metabolisme meningkat secara drastic selama serangan kejang. Pengeluaran energi
listrik oleh sel-sel syaraf motorik dapat meningkat sampaI 100/Detik. Aliran
darah serebral meningkat , demikian juga pernapasan jaringan dan glikolisis.
Selama dan sesudah serangan, cairan serebrospinal mengandung asetilkoling,
sedangkan kadar asam glutamate mungkin menurun selama serangan.
Pada
waktu diadakan otopsi tidak ditemukan perubahan makroskopis, Bukti
histopathologis menyokong hipotesis bahwa lesi sesungguhnya bersifat neurokimia
dan bukan structural. Tidak ditemukan adanya faktor patologis yang konsisten.
Diantara serangan ditemukan kelainan lokal pada metabolisme kalium dan
asetilkolin. Agaknya tempat yang mengalami serangan: Sangat peka peka terhadap
asetilkolin, yaitu suatu transmitter fasilitator.Pembuangan dan penguikatan
asetilkolin berlangsung lamban. ( Patofisiologi, edisi 2, 2002, hal 278- 279)
E. Penyebab
Penyabab
kejang pada banyak orang tidak
diketahui. Para ahli peneliti, menimbulkan kejang dalam percobaan binatang
melalui cedera pembedahan atau kimia stimulus elektrik. Epilepsi sering terjadi
akibat trauma lahir, Asphyxsia neonatorum, cedera kepala, beberapa penyakit
infeksi, ( Bakteri,Virus,Parasit ), keracunan (Karbon monoksida dan menunjukan
keracunan ), masalah-masalah sirkulasi, demam, gangguan metabolisme dan
nutrisi/Gizi dan intoksikasi obat-obatan atau alcohol juga dapat dihubungkan
dengan adanya tumor otak, Abses, dan kelainan bentuk bawaan Dalam banmyak ksus epilepsy tidak diketahui
penyebabnya (Idiopatik ). Keadaan yang menyebabkan kelemahan un tuk beberapa
tipe dapat diwariskan. Epilepsi yang menyerang sebelum usia 20 tahun merupakan
kelompok terbesar yaitu 75% dari jumlah pasien epilepsy seluruhnya.
Pada
banyak kasus epilepsy sedikit memopengaruhi inteligensi. Indivudu epiolepsi
yang tidak mengalami kerusakan otak atau sitem syaraf lainnya mempunyai tingkat
inteligensia seperti populasi lainnya. Epilepsi tidak sama dengan retardsi atau
penyakit mental. Kadang-kadang beberapa orang yang mengalami epilepsy
sebenarnya mereka mengalami penurunan karena kerusakan neurologis yang serius,
sehingga rata-rata IQ untuk emua penderita epilepsi ini dibawah tingkat IQ normal (KMB, vol 8, edisi 3, 2002, hal
2204).
F. Pencegahan
Upaya sosial luas yang
menggabungkan tindakan luas harus ditingkankan untuk pencegahan epilepsy.
Resiko epilepsy muncul pada bayi dari ibu yang menggunakan obat anti kobnfulsi
yang digunakan selama kehamilan.Ibu-ibu yang mempunyai resiko tinggi (Tenaga
kerja wanita dengan latar belakang sukar melahirkan, Penggunaan
obat-obatan,Diabetes, Atau hipertensi) harus
diidentifikasi dan dipantau ketat selama hamil karena lesi pada otak atau
cedera akhirnya menyebabkan kejang yang terjadi pada janin selama kehamilan dan
persalinan.
Infeksi pada masa
kanak-kanak (campak,penyakit gondongan,meningitis bakteri ) harus dikontrol dengan
vaksinasi yang benar. Keracunan timbale adalah penyebab lain dari epilepsi
yangt dapat dicegah.orang tua dan anak yang pernah mengalami kejang demam harus
diinstruksikan tentang metode untuk mengontrol demam (kompres dingin, obat anti
piretika ).
Cedera
kepala merupakan salah satu penyebab utama yang dapat dicegah melalui program
yang memberi keamanan yang tinggi dan tindakan pencegahan yang aman, tetapi
juga mengembangkan pencegahan epilepsy akibat cedera kepala.
Program
skrining untuk mengidentifikasi anak gangguan kejang pada usia dini, dan
program p[encegahan kejang dilakukan dengan penggunaan obat-obatan anti
konfulsan secara bijaksana dan modifikasi gaya hidup merupakan bagian dari
rencana pencegahan ini.( KMB,
vol 8, edisi 3, 2002, hal 2204
G. Manifestasi
Klinis
Bergantung pada lokasi muatan neuron
– neuron, kejang dapat direntang dari serangan awal sederhana sampai gerakan
konvulsif memanjang dengan hilangnya kesadaran. Variasi kejang diklasifikasikan
secara internasional sesuai daerah otak yang terkena dan telah diidentifikasi
sebagai kejang parsial, umum dan tidak diklasifikasikan. Kejang persial asalnya
fokal dan hanya mengenai sebagian otak. Kejang umum asalnya tidak spesifik dan
mengenai seluruh otak secara silmutan. Kejang yang tidak diklasifikasikan
disebut demikian karena data – data yang tidak lengkap.
Pola
awal kejang menunjukan daerah otak dimana kejang tersebut berasal. Juga penting
untuk menunjukan jika pasien mengalami aura, suatu sensai tanda sebelum kejang epileptik,
yang dapat menunjukkan asal kejang ( mis. Melihat kilatan sinars dapat menunjukkan
kejang berasal dari lobus oksipital ).
Pada
kejang parsial sederhana, hanya satu jari atau tangan yang bergetar, atau mulut
dapat tersentak tak terkontrol, individu ini bicara yang tak dapat dipahami,
pusing, dan mengalami sinar, bunyi, bau atau rasa yang tidak umum dan tidak
nyaman.
Pada
kejang persial kompleks, individu tetap tidak bergerak atau bergerak secara
automatis tetapi tidak tepat dengan waktu dan tempat, atau mengalami emosi
berlebihan, yaitu takut, marah, kegirangan, atau peka terhadap rangsagan.
Apapun manifestasinya, individu tidak ingat episode tersebutketika telah lewat.
Kejang
umum, lebih umum disebut sebagai kejang grand mal, melibatkan kedua hemisfer
otak, yang menyebabkan kedua sisi tubuh bereaksi. Mungkin ada kekakuan intens
pada seleruh tubuh yang diikuti dengan kejang yang bergantian dengan relaksasi
dan kontraksi otot, (kontraksi tonik klonik umum). Kontraksi simultan diafragma
dan otot dda dapat menimbulkan menangis epileptik karakteristik. Sering lida
tertekan dan pasien mengalami inkontinen urine dan fases. Setelah satu atau dua
menit, gerakan konvulsif mulai hilang, pasien rileks dan mengalami koma dalam,
bunyi nafas bising. Pada keadaan postikal (setelah kejang) pasie sering konfusi
dan sulit bangun, dan tidur selama berjam – jam, banyak pasien mengeluh sakit
kepala atau sakit otot.
Klasifikasi
internasional terhadap kejang,
Kejang persial (kejang yang dimulai setempat)
a.
Kejang persial (kejang yang dimulai setempat)
·
Dengan
gejala - gejala motorik
·
Dengan gejala – gejala sensorik khusus atau
sematosensori
·
Dengan
gejala – gejala otonom
·
Bentuk
– bentuk campuran
b.
Kejang
parsial kompleks (dengan gejala kompleks umum umumnya dengan gangguan
kesadaran)
·
Dengan
hanya gangguan kesadaran
·
Dengan
gejala – gejala kognitif
·
Dengan
gejala – gejala arektif
·
Dengan
gejala – gejala psikosensori
·
Dengan
gejala – gejala psikomotor (automatis)
·
Bentuk
– bentuk tambahan
c.
Kejang
persial sekunder menyeluruh
Kejang umum (simetrik bilateral, tanpa
awitan lokal)
·
Kejang
tonok klonok
·
Kejang
tonik
·
Tidak
ada kejang
·
Kejang
atonik
·
Kejang
mioklonik (epilepsi bilateral yang luas)
·
Spasme
kelumpuhan(KMB, vol 8, edisi 3,2002, hal 2204)
H. Diagnosis
Penunjang
Pengkajian
diagnostik bertujuan dalam menentukan tipe kejang, frekuensi dan beratnya dan
faktor – faktor pencetus. Riwayat perkembangan yang mencakup kejadia kehamilan
dan kelahiran, untuk mencari kejadian cedra sebelum kejang. Sebelum penelitian
dibuat untuk penyakit atau cedra kepala yang dapat mempengruhi otak. Selain itu
dilakukan pengkajian fisik dan neurologik, hematologik, dan pemeriksaan
serologik. Pencitraan CT digunakan untuk mendeteksi lesi pada otak, fokal
abnormal, serebrovaskuler abnormal dan perubahan degeneratif serebral.
Elektroensefalogram
(EEG) melengkapi bukti diagnosis dalam proporsi substansial dari pasien epilepsi
dan membantu dalam mengklasifikasikan tipe kejang. Keadaan abnormal pada EEG
selalu terus – menerus mungkin akibat dari hiperventilasi atau selama tidur.
Ditambah lagi mikroelektroda dapat dimasukkan kedalam otak untuk memeriksa aksi
dari sel otak tunggal. Ini perlu dicatat kadang – kadang beberapa orang
mengalami kajang dengan nilai EEG yang normal. Telemetri dan alat komputer digunakan
untuk mengambil dan sebagai pusat pembacaan EEG dalam pita komputer sambil
pasien melakukan aktifitas mereka. Rekaman video kejang dilakukan secara
simultan dengan telemetri EEG bermanfaat dalam penentuan tipe kejang secara
durasi san besarnya. Tipe pemantauan insentif ini sedang mengubah tindakan
terhadap epilepsi berat ( di Amerika
Serikat ).(KMB, vol 8, edis 3, 2002, hal 2205).
I. Penatalaksanan
PiƱatalaksanaan epilepsi
dilakukan secara individual untuk memenuhi kebutuhan khususnya masing – masing
pasien dantidak hanya untuk mengatasi tetapi juga untuk mencegah kejang.
Penatalaksanaan dari satu pasien dengan pasien lainya karena beberapa epilepsi
yang muncul akibat kerusakan otak dan selain itu bergantung pada perubahan
kimia otak.
Farmakoterapi,
beberapa obat antikonvulsi diberikan untuk mengontrol kejang, walaupun
mekanisme kerja zat kimia dari obat – obatan terebut tetap masih tidak
diketahui. Tujuan dari pengobatan adalah untuk mencapai pengontrolan kejang
dengan efek samping minimal. Tetapi
medikasi lebih untuk mengontrol daripada untuk mengobati kejang. Obat diseleksi
sesuai tipe kejang yang akan diobati dan keefektifkan secara keamanan medikasi.
Jika obat ditentukan dan digunakan, maka obat – obatan mengontrol kejang 50%
sampai 60% pasien mengalami kejang berulang, dan memberikan control persial 15%
sampai 35%. Kondisi dari 15% sampai 35% pasien tidak membaik dengan
medikasi yang ada.
Biasanya
pengobatan dimulai dengan medikasi tunggal. Dosis awal dan kecepatan dimana
dosis ditingkatkan bergantung pada ada tidaknya efek samping yang terjadi.
Kadar medikasi dalam dipantau, karena percepatan arbsobsi obat bervariasi untuk
setiap orang.
Pengubahan
obat – obatan lainya mungkin diperlukan jika kontrol kejang tidak tercapai atau
bila peningkatan dosis memungkinkan terjadi toksitas. Pemberian obat
membutuhkan pengaturan karena disesuaikan dengan penyakit yang terjadi,
perubahan berat badan dan peningkatan stres .menghentikan obat antikolvusan
dengan tibah – tibah dapat menyebabkan kejang lebih sering terjadi atau dapat
menimbulkan status epileptik
Efek
samping dari medikasi ini dapat dibagi menjadi tiga kelompok : pertama,
gangguan idiosinkratik atau alergik, yang muncul dalam bentuk reaksi kulit
primer, kedua, toksisitas akut yang terjadi bila obat – obatan dimulai, ketiga,
toksisitas kronik, yang terjadi pada akhir pemberian terapi obat.
Manivestasi
toksisitas obat bervariasi, dan system organ tertentu dapat terkena. Pengkajian
fisik periodik dan tes laboratorium dilakukan untuk pasien yang mendapat
pengobatan yang diketahui mengalami efek hematopoietik, genitourinarius, atau
efek pada hepar.
Melalui
hygiene oral setelah setiap makan, perawatan gigi teratur dan pemijitan gusi
secara teratur penting untuk pasien yang menggunakan fenitoin (dilantin) untuk
mencegah dan mengontrol hyperplasia pada gusi
Pembedahan
untuk epilepsi, pembedahan diindikasikan untuk pasien yang mengalami epilepsi
akibat tumor intracranial, abses, kista, atau adanya anomaly vascular.